Minggu, 28 Juni 2015

Untuk suamiku, Jika boleh memilih aku ng mau jadi yang kesekian

lanjutan
terpotong-potong tidak menjadi satu kesatuan karena berupaya tak alihkan, sambil melihat film India dan juga biar tidak sedih

kenapa aku masih berat menjadi kesekian, meski ini baru dimulai, tidak terasa masalahnya dan juga aku merasa suamipun tidak mentelantarkanku justru ada kecenderungan sedikit memprioritaskanku ini menurut perasaanku, bisa jadi karena kita belum ada anak, bisa jadi karena kasian aku sendiri, bisa jadi keperluannya ingin mendapat kasih sayang aku dan pertimbangan rasional karena denganku tidak begitu membuat beban baginya. Itu semua alhamdulillah.
Masih beratnya karena sifat ingin tahuku soal beberapa pertanyaan yang belum dijawab suamiku amat berbeda ketika beliau masih mengaku bujang dulu suka bercerita tanpa ditanya.
Kedua belum yakin bliau akan menjadikan aku juga bagian masa depannya bisa jadi karena sifat dan perangaiku yang moody mungkin suka memaksa bliau yang itu tidak disukainya, bisa jadi karena kekhawatiran dirinya sendiri bahwa aku menikahinya karena hartanya, padahal jujur selain sampai hari ini saya ng tahu menahu hartanya, karena yang saya tahu, nikmati saat bersama beliau ya kereta bliau yang sekarang disewa atau ng saya tidak tahu, yang kedua, informasi yang bliau sampaikan bahwa bliau blm punya rumah dimana mungkin kenyataannya mungkin bisa jadi sudah punya rumah dengan keluarga sebelumnya. Dan hingga saat ini soal bahwa saya menikahi bliau karena hartanya itu yang membuat saya sensitif dan tersinggung. Tapi saya juga tidak ingin membuktikan bahwa kekhawatiran bliau itu benar atau tidak. Allah yang lebih tahu diri saya, dan saya nggak ingin membuktikan, selain realitas dalam keperluan berumah tangga, harta salah satu sarana untuk membuat rumah tangga kami lebih berkualitas, lebih baik dan sarana beribadah padaNya. Bukankah karena bliau merasa mampu dari segi rezki sehingga mampu mengambil amal sholeh poligami dan yang dipoligami beda warga negara, dimana itu menimbulkan konsekuensi lebih. Sebenarnya dari kekhawatiran bliau soal aku menikah karena hartanya itu membuat saya lelah sebelum kejadian bliau poligami. Tapi itu konsekuensi menikah, bukan hanya tempat bergembira saja seperti niat bliau ini menikahiku. Semoga dengan kelebihan bliau yang dikasih Allah dalam hal rezki memudahkan bliau juga beramal sholeh lebih iklas terhadap istri barunya tanpa melihat latar belakang istri barunya orang mana, kisah buruk tentang beberapa oknum orang negara kami, tapi lebih karena tanggungjawab beliau, berani menikahi anak orang berani bertanggungjawab, jangan sampai karena saya istri kesekian hanya menjadi sisa porsi perhatian juga karena masih baru pun demikian lebih karena bentuk tanggungjawab suami seperti bliau memfasilitasi keluarga sebelumnya. semoga bliau ke depan berhati-hati dalam berlisan karena tidak hanya menimbulkan harapan pada istri kesekian ini tetapi lebih banyak karena pertanggungjawaban pada Allah sebagaimana bliau berani berkonsekuensi dengan pilihan hidup ini. Masalah bliau adil ngg selama ini, saya ng tahu, karena selain baru, itu yang ukur bliau dan Allah. dalam hati suami saya benar-benar ng mampu menyelami.
Pun jika kekhawatiran karena harta, mungkin bliau baiknya menakar sendiri apa yang telah diberikan pada saya. Satu yang saya syukuri alhamdulillah, pernikahan saya seperti pada pernikahan Islam pada umumnya bliau melamar saya dengan baik dan lebih dari cukup. tapi kalau soal nafkah lahir selama saya mengetahui bliau mengaku bujang saya rasakan bliau belum bijak. Sepertinya bliau mengukur biaya hidup saya karena saya orang dari negara ini, diberinya segini cukup. Tidak memikirkan bliau saja untuk makan sehari habis segini tapi kasih istrinya segini, padahal bisa jadi jika istrinya diberi lebih bisa untuk menambah kesehatan istri jika istri dijadikan sebagai aset untuk meneruskan generasi bliau jika menginginkan dari saya, wallahualam Allah kasih amanah atau tidak. Tapi saya sudah menyampaikan apa yang saya rasakan dengan segala kemampuan saya, mungkin dengan tehnik yang salah, menekan dan memaksa. Soal bliau cenderung sedang-sedang saja tidak murah hati berlebihan itu menurut subyektifitas saya, semoga Allah menilai bliau suami yang murah hati. aamiin.
Alasan lain, saya hingga saat ini tidak mempunyai kelebihan, untuk diamanahi Allah anak saja penuh perjuangan.Masyaa Allah semoga ALlah mengkaruniai saya kesabaran, keiklasan.
Selanjutnya ada yang bilang istri kesekian cenderung disayang tapi biasanya kurang dipercaya dalam hal-hal utama seperti pengaturan keuangan dan keputusan-keputusan besar dalam hidup, juga bahkan tidak disertakan dalam keputusan-keputusan atas masa depan bliau dan keluarga kita seperti coba sebagai teman sharing, tidak dimintai pendapat dan bisa jadi itu awal doa. Pun demikian pada masyarakat umum yang menjalankan poligami ada seperti kecenderungan, biasanya senang2 dengan istri kesekian nanti pada saat susah dan sakit-sakitan kembali pada istri tua. Saya ng tahu apa itu juga akan terjadi pada kami.
Kemudia alasan lain, karena kami belum lama menikah dan jika Allah kasih karunia kami anak, saat kami beranjak tua, anak kami masih kecil, masih perlu biaya untuk sekolah dan bisa jadi kami sudah kesulitan untuk produktif pekerjaan seperti sebelumnya. Bahkan ada kisah dalam praktek poligami, pada saat suami sudah mulai tak produktif bekerja, istri kesekian memiliki anak yang masih kecil dan kebetulan istri tersebut tidak bekerja, sedang anak2 dari istri tua sudah sukses, akhirnya perhatian suami pada anak dari istri nomor sekian berkurang dan dianggap hal merepotkan, sedang pada saat itu suami karena sudah faktor ingin rehat ingin mendelegasikan pencari nafkah bergantian pada istrinya dan kemudian anak dari istri tua dan pertama yang sudah dewasa n lebih sukses memberi fasilitas kemudahan supaya orangtua termasuk ayahnya untuk banyak rehat, bersenang-senang dan menghabiskan waktu melancong dengan difasilitasi anak anak dari istri pertama, sehingga istri kesekian merasa berjuang sendirian membesarkan cahaya mata kita.
Itu kekhawatiran yang diperoleh setelah banyak belajar dari case poligami dan menjadi nomor sekian.
Kekhawatiran selanjutnya adalah anggapan masyarakat buruk terhadap saya sebagai istri sekian yang merebut suami serta kebahagiaan anak2 dari keluarga sebelumnya. Sungguh bisa jadi jika ini yang terjadi mungkin ini yang terberat dalam fase sy menjalani takdir ini. Belum lagi jika saya belum ada anak sehingga sulit pengalihan perasaan unconfidence itu.
Alasan lain sementara ini dulu. Pun demikian hingga kini yang membuatku masih kuat bertahan dan melaju dengan jalan hidup ini adalah, sayangku pada suami karena Allah, semoga suami demikian pula, rasa kasih pada saya tulus, memikirkan masa depan saya bersama bliau dan saat nanti sudah tidak dengan bliau, merasakan bagian tubuhnya akan sakit bila salah satu orang yang disayanginya juga sakit dan tidak memeroleh kehidupan layak sebagaimana bliau selama ini hidup dimana itu telah menjadi pilihan bliau untuk bertanggungjawab terhadap anak orang karena ikatan pernikahan. Semoga bliau memiliki keyakinan bahwa dengan menyayangi dan bertanggung jawab secara tulus bliau akan Allah karuniakan kemudahan rezki dan keberkahan hidup sebagai janji nikmat dari Allah bagi laki-laki yang bertanggungjawab. Kemudian sehingga saya masih ingin bertahan, karena keluarga besar bliau menerimaku dengan baik seolah tanpa syarat tidak melihat hal SARA dan identitas saya. Kemudian bliau alhamdulillah menikahiku dengan baik dan sesuai dengan aturan Islam yang berlaku menjadikan aku merasa jadi wanita seutuhnya. serta pesan kakak padaku alhamdulillah aku dipercaya untuk menjaga adeknya sebuah kepercayaan yang tidak ringan karena aku menjaga diriku sendiri belum mampu bahkan aku masih perlu laki-laki yang melindungiku. semoga aku mampu kak, dan amanah serta iklas. Selain itu lebih karena aku melihat diriku dengan segala yang ada pada diriku bahwa insha Allah lebih baik meneruskan amanah Allah ini dengan blajar bersabar, ridho, iklas dan tawakal serta keyakinan memang ini yang terbaik dari Allah untukku, untuk menguji sejauhmana cintaku padaNya, cintaku pada suami apakah karenaMu.
harapanku jika bliau jodohku, doaku semoga keluarga bliau (istri dan anak-anaknya) menyayangiku selayaknya suami menyayangiku, menjadikan aku bagian masa depan mereka, memaafkan kekhilafan kami atas takdir ini, serta menuntunku menjadi istri, perempuan, ibu yang lebih baik. Dan utamanya Allah percayakami juga mampu dititipiNya amanah anak.
Kemudian kepada suamiku doa, saran yang bisa kusampaikan semoga bliau terus memperbaiki diri menjadi suami, ayah yang lebih baik, mudah meminta maaf kepada kami atas kekhilafan bliau yang sadar atau tidak dan juga memohon ampun pada Allah atas amanah dan pilihan bliau menjalani ini. Semoga kedepan bliau lebih baik ke saya akan tanggungjawab, tidak menyenangkan aku dengan banyak lisannya tetapi memberi aku bukti sehingga aku semakin yakin pada Allah bahwa takdir yang Allah berikan ini baik buat dunia akherat kami. semoga bliau juga semakin banyak bersabar dan istighfar atas kekurangan saya sebagai istri, mendidik dan memberi contoh dengan bukti nyata, menjadi suami yang lebih jujur dan terbuka pada tempatnya dan untuk kebaikan. kemudian semakin dekat dengan Allah sebagai bentuk syukur dan mohon ampun karena tidaklah mudah menerima dan mengambil amal sholeh ini.
Kepada kakak, istri suamiku, jika boleh menitipkan penyemangat, semoga kakak masih bisa bersyukur pada Allah dari ujian dan takdir ini. Kakak bisa jadi hidupnya selama ini Allah banyak mudahkan , lurus, kakak punya keluarga, mertua, anak yang dekat dengan kakak. Kakak bisa jadi memiliki karir kerja yang bagus, suami yang sayang sama kakak selama 20 tahun ini. Dan Allah banyak memberi keindahan pada hidup kakak. Alhamdulillah.Semoga itu akan selalu kakak rasakan hingga akhir hayat. Sedangkan aku tanpa berupaya mengeluh, sekarang, suami jauh, orang tua dan mertua jauh, amanah anak dari Allahpun belum ada, titipan Allah berupa tempat tinggalpun juga belum, kerja yang biasa saja, perangai yang belum dewasa dan manja serta sifat kurang baik lainnya,serta saya pernah merasakan tak memiliki suami sungguh tiada maksud aku mengambil hak dan bagian kebahagiaan kakak sekeluarga. Kalau saya mampu dan siap kak saya tidak mau dalam posisi sekarang ini dan kakakpun aku yakin juga nggak mau menjadi seperti saya dengan konsekuensi yang saya sebutkan diatas. Yang bisa saya sampaikan saat ini saya hanya mampu menjalankan amanah Allah yang diberikan pada saya, alhamdulillah saya diamanahi kembali sama ALlah suami yang dengan segala kekurangan dan kebaikannya berusaha iklas saya terima. Insha Allah saya berusaha menjaga amanah itu karena saya pernah merasakan bagaimana sedihnya amanah itu Allah ambil karena bisa jadi saya pada waktu itu tidak amanah n tidak mampu menjaganya.
mohon keiklasan kakak mendoakan kami, bahwa kamipun bisa bahagia dan mencontoh kesuksesan kakak dalam berumah tangga selama ini dan saya merasakan kesempatan layaknya wanita lain juga seperti kakak suksesk dunia akherat dalam berumahtangga.
Kepada putra putri suami dan kakak. Saya minta maaf. Semoga suatu saat Allah akan memberikan hikmah pada kita bahwa ketentuanNya, takdirNya dan pilihan ayah kalian memberi hikmah baik bagi kta semua.
 Kepada Allah saya banyak mohon ampun. Kepada suami saya meminta banyak keiklasan cinta pada saya, kepada keluarga suami memberikan penerimaan yang tulus bagi saya. saya memang bagian baru dari kalian. banyak kata dan pengharapan, mungkin juga nantinya saya banyak permintaan tapi sedikit yang saya tunaikan. Mungkin juga kalian tidak banyak mengenal saya kecuali banyak cakap semoga karena Allah lisan ini bisa dipertanggungjawabkan.
Astagfirllah. Semoga kta layak menempati jannah sebagai tempat bahagia kita yang hakiki.
Tertunai sudah suara hatiku..semoga aku bisa mempraktekkan dalam kehidupanku ke depan.

KepadaMu kusandarkan dunia akheratku, kepadamu suamiku, kutitipkan dunia akheratku semoga engkau menjadikanku masa depan dunia akheratmu di sisa umur kta. aamiin
Hidup kta harus bahagia, semoga tangisan kta sebagai penghapus dosa dan evaluasi yang berhikmah
Alhamdulillahi ladzi bi'nimatihi tatimusholihaat
wassalamualaikum warrohmatullahi wabarakatuhu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar