Suara Hati Seorang Wanita Yang Di Poligami
Muslimahzone.com
– Terasa dunia akan runtuh ketika kau meminta izin kepadaku untuk
menikah lagi. Membayangkan kau, suamiku tersayang, sedang membagi cinta,
perhatian dan segala kesenangan duniawi lainnya dengan wanita lain,
bukan hanya sekedar mendatangkan pusing dan mual tapi juga penyakit
cemburu serta sakit hati yang mungkin tak akan berkesudahan bagiku.
Jangan protes wahai suamiku, Bahkan istri-istri nabi yang muliapun,
mereka tak bisa menghindar dari kecemburuan. Semua itu karena cinta yang
teramat sangat untukmu.
Sejenak akupun buru- buru mengadakan
koreksi kilat tentang apa yang kurang dari diriku, atau tentang apa yang
selama ini menjadi kelemahanku selama ini. Seakan semua daya upaya akan
aku kerahkan ketika menyadari bahwa kenyataan didepan akan sebentar
lagi sampai kepadaku. Dan akhir dari usaha itu adalah cara yang aku
fikir efektif untuk menghadang kenyataan takdir yang akan diberikan
Allah untukku
Akhirnya hari itupun datang saat aku
harus mengatakan sebuah jawaban untukmu. Ya Allah, wanita mana yang
ingin cintanya terbagi. Wanita mana yang kuat melihat suaminya
bermesraan dan bahagia bersama suamiku..suamiku yang sangat aku cintai.
Ya Allah, bahkan jika kenyataan ini terbalik, dan dia berada pada
posisiku, sanggupkah engkau wahai suamiku?
Imanku
mengatakan aku bisa merelakanmu, namun kecemburuan dan perasaanku
mengunci hatiku untuk tetap mengatakan tidak, tidak dan tidak untukmu.
Pernikahan kita adalah tentang kita, kau dan aku, sama sekali tidak
tentang dia. Dan lalu bagaimana mungkin kau tega memasukkan dia kedalam
kebahagiaan kita? Apakah selanjutnya kita akan bahagia, suamiku?
Sekali lagi, aku tidak bisa lepas dari
kodratku sebagai wanita yang identik dengan kecemburuan yang sangat
melekat erat. Namun sekuat tenagaku aku mencoba tidak emosional. Sulit..
walaupun semua ini sangat sulit.
Namun… akhirnya kecintaan Allah
menyadarkanku. Bukankah menikah adalah ladang amal bagiku untuk
menggapai surga?, walau sekali lagi, Demi Allah sangat sulit merelakan
bagian dari diriku masih harus ku bagi dengan orang lain.
Namun… sekali lagi, Bahasa iman menggugah
kesadaranku kembali. Sekejab kupalingkan egoku untuk menilai maduku.
Bukankah situasi ini juga menjadi cobaan bukan hanya untuk aku dan
suamiku, tapi terutama adalah baginya. Betapa resiko sosial akan datang
kepadanya, cap jelek sebagai perebut suami orang akan dilekatkan
kepadanya. MasyaAllah, betapa aku juga mungkin tidak akan sanggup jika
menjadi pelakon kisah hidupnya. Bukankah jodoh sudah digariskan Allah
atas semua manusia. Diapun tak pernah bisa memesan dari mana jodohnya
akan datang. Namun ketika jodohnya adalah suamiku sendiri, lalu apakah
aku harus menyalahkannya, yang berarti pula menyalahkan Allah sang maha
pengatur?
Dari pada aku memperburuk keadaan ini
dengan prasangka yang menghinakanku sendiri, lebih baik aku menguatkan
hati untuk membantu menguatkan suamiku. Suamiku.. seseorang yang telah
bertahun-tahun menjadikan aku satu- satunya ratu didalam hati dan
rumahnya, memulyakanku dengan segenap cinta dan kasih sayang, dan orang
yang paling mengerti dan mencintaiku. Pantaskah jika akhirnya aku
mennyebutnya sebagai pengkhianat atas kasih sayangku? pantaskah aku
menyebutnya orang yang tidak tahu terimakasih atas semua pengorbanan dan
kasih sayangnya? tidak, sama sekali tidak. Bahkan aku tidak akan rela
gelar itu disebutkan kepada suamiku, bahkan oleh diri aku sendiri.
Sesuatu akan lebih berharga ketika hal
itu telah atau akan meninggalkan kita. Semoga ketika kau telah
bersamanya, akan ada penghargaan lebih atas kebersamaan kita. Dan aku
pastikan kau tidak akan merasa ditinggalkan olehku, karena aku tahu
bebanmu akan terasa lebih berat kedepannya, dan akan sangat sulit bagimu
untuk memilih. Maka aku tak akan membawa engkau pada posisi
memilih.Seperti yang disabdakan rasul yang mulia bahwa wanita sholihah
adalah perhiasan terindah bagi suaminya, dan subhanallah, aku tak akan
menyia-nyiakan kesempatan ini. Sekaranglah saatku untuk membuktikan
padamu bahwa aku pantas menjadi perhiasan terindah yang pernah kau
miliki, dan aku benar- benar menyayangimu.
Aku buka pikiranku dengan keikhlasan. Dan
keikhlasan itu akhirnya berbuah pikiran bahwa engkau bukanlah milik ku
yang abadi. Aku khkawatir ketika cinta itu melekat erat dihatiku, justru
kesenangan hidup itu akan menjadikanku mendua terhadap cinta kepada zat
yang maha mencinta. Ah ternyata keikhlasan itu tidak selamanya
menyakitkan. Menyakitkan hanya bagi mereka yang merelakan diri mereka
sakit dan menyia-nyiakan perolehan pahala yang seharusnya bisa menjadi miliknya.Dan
sebagai pribadi yang ingin lebih pintar, aku tentu tak akan melakukan
hal itu. Ternyata Keikhlasan itu nikmat jika dalam menjalaninya hati
condong kepada cinta hanya kepada Allah.
Ya Allah semoga surga Mu akan menjadi
seindah-indahnya tempat kembaliku kelak, dan semoga kau jadikan aku
sangat lebih bahagia bersanding dengan suamiku disana, dalam kehidupan
yang abadi.
…,Subhanallah, iman menguatkanku, ikhlas melegakanku, dan Allah memang benar- benar menyejukkan hatiku, bahkan saat aku berada sendiri disini, dan kau berada disana wahai suamiku,…
Setelah kesejukan itu memenuhi relung
hatiku, untuk selanjutnya aku memohon maaf kepadamu wahai suamiku, bahwa
karena cintaku kepada Allah telah mengalahkan cintaku kepadamu. Aku
yakin kau bukanlah pribadi yang akan menjadikan Alquran sebagai tameng
bagi nafsumu sendiri.Kau dengan
tekadmu yang ingin memuliakannya sebagai mana kau memuliakanku sebagai
istrimu karena Allah, maka akupun akan merelakanmu pula karena Allah.
Semoga kelegaan hatiku dan kemuliaan niatmu bukan hanya sekedar omong
kosong, namun akan menjadi bukti nyata pernyataan cinta kita yang hanya
karena Allah. Dan kini, aku mempersembahkan wanita itu untukmu. Benar-
benar sebuah akhir yang sangat melegakan bagi sebuah kecintaan yang
hanya karena Allah…
(Syahidah)
Dari MuslimahZone.com dengan judul Suara Hati Seorang Istri Saat Suami Ingin Menikah Lagi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar